Tarian soya-soya tercipta pada masa Sultan Baabullah (Sultan Ternate Ke-24), dari Kesultanan Ternate. Kata Soya-soya dalam bahasa Maluku berarti penjemputan. Namun, Tari Soya-soya lebih dikenal sebagai tarian perang. Tarian yang berasal dari daerah Kayoa Maluku ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Kisah berawal ketika Sultan Baabullah menyerbu benteng Portugis di Kastela, Ternate Selatan untuk menjemput jenazah ayahnya, Sultan Khairun. Sultan Khairun dibunuh secara kejam oleh tentara Portugis di dalam benteng, kemudian disekap disana selama lima tahun.
Tarian yang menggambarkan patriotisme ini diciptakan oleh para seniman kesultanan untuk mengabadikan peristiwa tersebut. Tari Soya-soya pada umumnya dilaksanakan pada upacara penyambutan tamu agung. Tari Soya-soya diperagakan oleh penari dengan jumlah tak terbatas, namun harus dengan jumlah ganjil. Salah satu penari berperan sebagai Kapitan (komandan) yang memimpin tarian. Ketika menari, mereka mengenakan ikat kepala berwarna kuning yang dalam bahasa Ternate disebut tuala lipa atau lipa kuraci.
Mereka juga mengenakan baju dengan belahan dada berwarna putih yang disebut taqoa. Selain itu mereka memakai celana panjang berwarna putih dan rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau. Para penari juga membawa perisai (salawaku) di tangan kiri dan ngana-ngana di tangan kanan. Ngana-ngana adalah seruas bambu yang diberi hiasan daun palem berwarna merah, kuning dan hijau. Di sampingnya dipasang kerincingan sehingga bila digerakkan akan berbunyi.
Gambar 1 :
Pakaian yang digunakan penari Soya – soya
Alat musik
yang mengiringi tarian ini terdiri tifa dan gong.
Gambar 2 : Alat Musik
Gong
Gerakan Tari
soya-soya sangat dinamis dan penuh semangat karena menceritakan semangat
pasukan kesultanan Ternate saat berperang mengusir Portugis. “Berbeda dengan
tari-tari dari daerah Jawa yang didominasi gerakan tangan, tari Soya-soya
didominasi gerakan kaki yang cepat.
Tari soya-soya bukan hanya bagian dari budaya kesultanan Ternate tetapi juga refleksi sejarah perjuangan masyarakat Kayoa, di Kabupaten Halmahera Selatan. Tarian ini sudah ada sejak ratusan tahun silam dimana merupakan sebuah tarian heroik untuk menyambut pasukan selepas bertempur di medan perang. Anak-anak di wilayah ini sedari masih kecil sudah diajari tarian tersebut, bahkan hingga di kampung-kampung. Berikutnya, bahkan tarian ini pun diajarkan kembali di Sekolah Dasar.
Tarian soya-soya kini hanya ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan atau dari pihak kesultanan. Pemerintah Ternate menjadikan tarian soya-soya sebagai atraksi pariwisata yang bisa dinikmati wisatawan saat menyambangi Ternate. Anda juga dapat menikmati tarian ini dalam festival budaya di Ternate seperti Legu Gam.
Posting Komentar